Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) No. 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19 dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan telah ditetapkan oleh Presiden Joko Widodo pada 31 Maret 2020. Perpu ini mengatur berbagai hal terkait dengan penanganan dampak pandemi Covid-19, seperti alokasi anggaran, pembebasan pajak, penjaminan utang, hingga kewenangan Bank Indonesia.
Namun, Perpu ini juga menuai kontroversi dan kritik dari berbagai pihak, terutama terkait dengan aspek konstitusionalitas dan akuntabilitasnya. Salah satu pertanyaan yang muncul adalah apakah Perpu ini memenuhi kriteria “kegentingan mendesak” yang diatur dalam Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945). Pasal tersebut menyebutkan bahwa:
Dalam hal kegentingan mendesak mengharuskan, Presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang.
Lalu, bagaimana cara menentukan apakah suatu hal merupakan kegentingan mendesak atau tidak? Menurut Mahkamah Konstitusi (MK), dalam putusan No. 138/PUU-VII/2009, terdapat tiga kriteria yang harus dipenuhi, yaitu:
- Adanya keadaan luar biasa yang tidak dapat diatasi dengan peraturan perundang-undangan yang ada.
- Adanya kebutuhan mendesak untuk mengatasi keadaan luar biasa tersebut dengan peraturan perundang-undangan.
- Adanya potensi kerugian yang lebih besar jika tidak segera diambil tindakan hukum.
Dengan menggunakan kriteria tersebut, dapat dikatakan bahwa Perpu No. 1 Tahun 2020 memenuhi kriteria kegentingan mendesak, karena:
- Pandemi Covid-19 merupakan keadaan luar biasa yang tidak dapat diatasi dengan peraturan perundang-undangan yang ada, seperti Undang-Undang No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana dan Undang-Undang No. 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Hal ini karena pandemi Covid-19 memiliki dampak yang sangat luas dan kompleks, tidak hanya terkait dengan kesehatan masyarakat, tetapi juga perekonomian nasional dan stabilitas sistem keuangan.
- Adanya kebutuhan mendesak untuk mengatasi dampak pandemi Covid-19 dengan peraturan perundang-undangan, karena jika tidak segera ditangani, akan berdampak negatif pada kesejahteraan rakyat, pertumbuhan ekonomi, dan ketahanan negara. Perpu No. 1 Tahun 2020 memberikan landasan hukum bagi pemerintah untuk mengambil langkah-langkah cepat dan fleksibel dalam mengalokasikan anggaran, memberikan insentif fiskal, menjamin utang BUMN dan daerah, serta memberikan kewenangan lebih besar kepada Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas sistem keuangan.
- Adanya potensi kerugian yang lebih besar jika tidak segera diambil tindakan hukum, karena tanpa Perpu No. 1 Tahun 2020, pemerintah akan kesulitan untuk melakukan penyesuaian anggaran dan kebijakan fiskal yang dibutuhkan untuk menangani pandemi Covid-19. Selain itu, tanpa Perpu No. 1 Tahun 2020, Bank Indonesia akan terbatas dalam melakukan intervensi pasar dan operasi moneter untuk menjaga likuiditas dan stabilitas sistem keuangan.
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa Perpu No. 1 Tahun 2020 memenuhi kriteria kegentingan mendesak untuk pembentukan Perpu/Perppu. Namun, hal ini tidak berarti bahwa Perpu ini tidak memiliki masalah atau kelemahan. Perpu ini masih perlu dikaji lebih lanjut dari segi konstitusionalitas dan akuntabilitasnya, terutama terkait dengan kewenangan Bank Indonesia, penjaminan utang, dan pengawasan DPR. Perpu ini juga harus segera dibahas dan disahkan menjadi undang-undang oleh DPR, sesuai dengan Pasal 22 ayat (2) UUD 1945, yang menyebutkan bahwa:
Peraturan pemerintah pengganti undang-undang harus diajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat dalam persidangan berikutnya. Jika tidak disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat, peraturan pemerintah pengganti undang-undang tersebut menjadi tidak berlaku.