Saat Menjadi Murid Dahulu, Bagaimana Perasaan Ibu dan Bapak Guru Saat Mengerjakan Ujian/Ulangan?

Saat menjadi murid dahulu, saya selalu penasaran bagaimana perasaan ibu dan bapak guru saat mengerjakan ujian/ulangan. Apakah mereka senang melihat kami berjuang menjawab soal-soal yang sulit? Apakah mereka khawatir kami tidak bisa menyelesaikan ujian dengan baik? Apakah mereka berharap kami mendapatkan nilai yang memuaskan?

Saya ingat betul saat ujian akhir semester pertama di kelas 6 SD. Saya merasa sangat tegang dan gugup karena ujian itu menentukan apakah saya bisa lulus ke SMP atau tidak. Saya belajar keras sebelum ujian, tapi tetap saja ada beberapa materi yang saya kurang paham. Saya berdoa agar ujian kali ini berjalan lancar dan saya bisa menjawab semua soal dengan benar.

Saat ujian dimulai, saya membuka buku soal dan mulai mengerjakan. Saya mencoba untuk fokus dan tidak melihat ke sekeliling. Saya hanya melihat ibu guru yang berjaga di depan kelas. Ibu guru itu adalah guru favorit saya. Dia selalu mengajar dengan sabar dan menyenangkan. Dia juga sering memberi motivasi dan pujian kepada kami. Saya berharap ibu guru itu bangga dengan saya.

Saya melihat ibu guru itu berjalan-jalan di antara meja-meja murid. Kadang dia menatap kami dengan tatapan tajam, kadang dia tersenyum lembut. Saya bertanya-tanya apa yang ada di pikiran ibu guru itu. Apakah dia bisa melihat siapa yang sedang curang? Apakah dia bisa tahu siapa yang sudah selesai mengerjakan? Apakah dia bisa merasakan siapa yang sedang kesulitan?

Saya mencoba untuk tidak memikirkan hal-hal itu dan kembali ke buku soal. Saya menyelesaikan soal-soal yang mudah dulu, lalu beralih ke soal-soal yang agak sulit. Saya menghabiskan waktu cukup lama untuk mengerjakan soal matematika yang paling saya benci. Saya harus menghitung luas dan keliling bangun datar yang rumit. Saya harus mengingat rumus-rumus yang sering saya lupa. Saya harus berhati-hati agar tidak salah menulis angka atau tanda.

Saat saya sedang asyik mengerjakan soal matematika, tiba-tiba ibu guru itu berdiri di samping meja saya. Saya kaget dan langsung menutup buku soal dengan tangan saya. Saya takut ibu guru itu mengira saya sedang mencontek atau menyontek. Saya menatap ibu guru itu dengan wajah ketakutan.

Ibu guru itu tersenyum dan berkata, “Tenang saja, Nak. Saya tidak akan mengganggu kamu. Saya hanya ingin melihat perkembangan kamu. Kamu sudah selesai mengerjakan semua soal?”

Saya menggeleng pelan dan berkata, “Belum, Bu. Masih ada beberapa soal lagi.”

Ibu guru itu mengangguk dan berkata, “Oke, lanjutkan saja. Jangan terburu-buru, tapi jangan juga terlalu lama. Kerjakan dengan teliti dan yakin. Kamu pasti bisa.”

Saya tersenyum dan berkata, “Terima kasih, Bu.”

Ibu guru itu membelai kepala saya dan berjalan pergi ke meja murid lainnya.

Saat itu saya merasa lega dan senang. Saya merasa ibu guru itu peduli dengan saya. Saya merasa ibu guru itu percaya dengan kemampuan saya. Saya merasa ibu guru itu ingin saya berhasil.

Saya kembali mengerjakan buku soal dengan semangat baru. Saya menyelesaikan semua soal yang tersisa dengan cepat dan tepat. Saya mengecek kembali jawaban saya dan memastikan tidak ada yang salah. Saya menutup buku soal dan mengangkat tangan saya.

Saya melihat ibu guru itu datang ke meja saya dan mengambil buku soal saya. Ibu guru itu melihat nama saya di halaman depan buku soal dan berkata, “Selamat, Nak. Kamu sudah selesai mengerjakan ujian. Semoga kamu mendapatkan nilai yang bagus.”

Saya berkata, “Terima kasih, Bu. Saya berusaha sebaik mungkin.”

Ibu guru itu tersenyum dan berkata, “Saya tahu. Saya bangga dengan kamu. Kamu adalah murid yang rajin dan pintar. Saya yakin kamu akan lulus ke SMP dengan mudah.”

Saya berkata, “Amin, Bu. Saya berharap begitu.”

Ibu guru itu memeluk saya dan berkata, “Semangat terus, ya, Nak. Jangan lupa belajar untuk ujian selanjutnya. Jangan lupa juga berdoa dan bersyukur.”

Saya berkata, “Iya, Bu. Saya akan ingat semua nasihat Ibu.”

Ibu guru itu melepaskan pelukannya dan berjalan ke meja guru dengan membawa buku soal saya.

Saat itu saya merasa bahagia dan terharu. Saya merasa ibu guru itu sayang dengan saya. Saya merasa ibu guru itu mendukung impian saya. Saya merasa ibu guru itu adalah orang tua kedua bagi saya.

Tinggalkan komentar